HELLO READERS

Halo.... Apa kabar? ^ ^

Kunjungi juga: https://www.facebook.com/NanaSevenIndonesia dan https://www.facebook.com/MizukiNanaLovers

Jangan lupa di like Fanspagenya... Terimakasih ^ ^

Jumat, 13 April 2012

Wagashi, Kue Khas Jepang yang Bernilai Budaya


detail berita 

BAGI para pelancong, tak lengkap rasanya bila bertandang ke Jepang tidak membawa oleh-oleh makanan tradisional khas Negeri Sakura itu. Toraya Confectinery merupakan salah satu perusahaan tertua pembuat makanan tradisional khas Jepang yang berdiri sejak tahun 1520 dan tetap eksis hingga kini.

Salah satu produknya adalah Wagashi. Kue ini sering dijadikan oleh-oleh atau cenderamata. Makanan kecil ini cukup menarik, baik dari bentuk, tekstur, rasa, aroma, maupun warnanya. Menurut Mitsuhiro Kurokawa, pemilik Toraya Confectionary, perusahaan makanan tradisional terkenal di Jepang, wagashi mencerminkan esensi budaya Jepang di bidang industri, yakni monozukuri.

Monozukuri berasal dari kata mono yang berarti ‘produk’ atau ‘barang’ dan zukuri berarti ‘proses pembuatan’, ‘penciptaan’ atau ‘produksi’. Konsep ini, bagi Kurokawa, mengandung makna yang jauh lebih luas.

Konsep monozukuri membuat Toraya Confectionary bertahan hidup selama 400 tahun meskipun dikelola secara turun-temurun.Kurokawa merupakan generasi ke-17 di perusahaan itu.

“Pembuatan wagashi tidak lain bertujuan membuat kue yang enak sehingga bisa menyenangkan hati konsumen. Untuk mencapai ini,semua karyawan harus memahami filosofi pembuatan kue itu,” katanya di Jakarta, pekan lalu.

Salah satu contohnya, dalam proses pembuatan kue ayamame. Bunga ayama yang dilukis pada kue itu tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Pelukis kue itu harus memahami kondisi sebenarnya bahwa bunga ayama itu tumbuh di tanah.

“Memang sepertinya tidak ada perbedaan melukis bunga itu dari bawah atau atas, tetapi saya tekankan bahwa bunga itu tumbuh dari bawah. Filosofi ini sangat mendasar untuk menghasilkan kue yang dibuat dengan penuh hati dan kesadaran,” ungkapnya.

Toraya membuat kue untuk menyenangkan konsumen, bukan omzet. Sebab, apabila konsumen senang, omzet pasti akan mengikuti dan ini sudah dibuktikan Toraya selama ratusan tahun.

Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang (PPIJ) Rachmat Gobel mengatakan, monozukuri memberikan keunggulan pada produk Jepang karena berorientasi pada kualitas.

“Monozukuri bukan sekadar pengulangan tanpa pemikiran, tetapi memerlukan pemikiran kreatif. Konsep ini sangat baik dicontoh oleh wirausaha skala kecil dan menengah di Indonesia,” katanya.

Menurut Rachmat, dari segi keanekaragaman produk tradisional, Indonesia tidak kalah dengan Jepang. Namun, kelemahan di Indonesia adalah kurangnya kesungguhan untuk mengangkat produk tersebut menjadi sesuatu yang bernilai tinggi.

Menularkan konsep tersebut ke Indonesia, kata Rakhmat, tujuannya tak lain adalah agar produk-produk usaha kecil menengah bisa bersaing. Di Jepang, makanan khas produksi Toraya ini bisa ditemukan di kasaka Akasaka, Minato-ku,Tokyo.

Di kawasan Tokyo gerai Toraya juga bisa ditemukan di Ginza, Nihombashi, Hibiya Teikoku-Hotel, dan Roppongi Tokyo Midtown. Sementara, di Kota Kanagawa, bisa ditemukan di Yokohama Landmark Plaza, sedangkan di Kyoto bisa ditemukan di Kyoto ichijyo dan Kyoto shijyo, juga di Gotemba Shizuoka. (ofc/AniMangA Plus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar