Dulu di kereta bawah tanah Jepang hampir semua anak muda mendengarkan musik melalui walkman keluaran Sony. Namun hari ini mereka justru menikmati musik dari iPhone dan Samsung.
Kehancuran raksasa Jepang juga terlihat dari rapor merah perusahaan. Sony misalnya membukukan keuntungan sangat kecil tahun ini sejak 2008. Panasonic diperkirakan membukukan kerugian 9 miliar dolar. Sharp kehilangan uang begitu cepat dan dinilai tidak akan mampu bertahan satu tahun lagi tanpa suntikan besar uang tunai.
Ekonom yang berbasis di Tokyo Gerhard Fasol menyebutkan raksasa Jepang mulai melemah akibat revolusi digital.
"Sony walkman adalah contohnya. Walkman adalah perangkat yang murni mekanis sedangkan hari ini Anda harus memiliki model bisnis yang sama sekali berbeda," ujar Fasol seperti dilansir laman Reuters, Selasa (2/4/2013).
Dari tiga perusahaan Jepang di atas, Sony merupakan satu-satunya yang mampu bertahan. Itupun karena lebih banyak menjual asuransi daripada menciptakan produk teknologi.
Presiden Hitachi Corporation Hiroaki Nakanishi mengungkapkan keprihatinan yang sama. Teknologi digital mengubah segalanya. Dalam industri televisi itu bisa berarti satu chip untuk memproduksi sebuah televisi besar dengan kualitas dan resolusi tinggi. Kini semua perusahaan dapat melakukannya.
"Hal ini berarti pemain baru dari Korea dan Cina bisa melakukannya," kata Hiroaki.
Revolusi digital tidak hanya mengubah cara perangkat elektronik bekerja, tetapi juga mengubah cara mereka dibuat. Model manufaktur ikut bergeser seiring dengan perpindahan produksi perusahaan ke negara berbiaya rendah. Hal ini mendorong tekanan besar pada margin perusahaan Jepang.
Struktur industri telah berubah dalam sekejap mata. Jika sebuah perusahaan tidak mampu melakukannya, maka perusahaan tersebut harus siap gulung tikar. (rol/aft/AniMangA Plus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar